Judul Skripsi Psikologi tentang Covid-19 tahun 2021

Home // Kepoin Psikologi // Judul Skripsi Psikologi tentang Covid-19 tahun 2021

Kali ini kita akan bahas judul skripsi psikologi tentang covid-19. Jurnalnya, variabel terkaitnya, dan daftar pustakanya.

Hola!

Covid-19 adalah pandemi global yang jadi momok di masyarakat. Berbagai lapisan kena dampaknya, mulai dari rakyat kecil sampe orang-orang gedongan.

Dampak covid-19 gak cuma dirasakan secara fisik, tapi juga psikologis.

Ketakutan, kecemasan, trauma, dan stres udah pasti jadi santapan sehari-hari bagi front worker covid-19, dan dirasakan juga sama para penderita virus ganas ini.

Dampak tak langsung juga dirasakan sama masyarakat. Stres karena kerja dari rumah, kecemasan akan kehabisan uang buat survive, dan ketidakpercayaan masyarakat akan virus ini adalah beberapa fenomena yang terjadi gegara covid.

Fenomena yang luar biasa ini sebenernya ngasi limpahan inspirasi bagi kita-kita para akademisi. Apalagi kita kuliah psikologi, yang membahas tentang kesehatan jiwa.

Bisa dibilang, covid adalah momen emas buat kamu-kamu para pejuang skripsi untuk menemukan banyak inspirasi judul yang fresh, urgent, dan emang nyata berdampak buat masyarakat.

Tentu bukan cuma supaya lulus ya. Menganalisa dampak covid adalah pembaktian kamu sebagai orang pinter kepada masyarakat, sekaligus wujud tri dharma perguruan tinggi (NIH TULIS NIH DI LATAR BELAKANG NGEHEHE).

Makanya, kali ini saya akan kasi beberapa judul skripsi psikologi terkait covid-19. Sebagian judul ini mungkin udah ada yang neliti, sebagian lagi kayaknya belum.

Inget, ini cuma ide. Kamu masih perlu kembangin sendiri. Tapi seenggaknya ide-ide ini bisa membantu kamu kalo udah stuck sama judul.

Siap?

1. Judul skripsi psikologi tentang covid 19: Grief

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Judul skripsi psikologi tentang covid 19 yang pertama adalah grief.

Grief didefinisikan sebagai reaksi emosional dan afektif atas kehilangan seseorang yang meninggal (Stroebe, dkk, 2008).

Fokus dari proses griefing atau berduka adalah proses intrapsikis di dalam diri individu.

Menurut Jacobs (1993), reaksi dari common grief adalah sebagai berikut.

  • Mati rasa dan sulit mempercayai kenyataan
  • Kecemasan atas perpisahan yang terjadi.
  • Proses berduka yang diikuti dengan gejala depresi.
  • Pemulihan bertahap.

Grief dan grieving terbagi jadi beberapa model. Di antaranya adalah ke common grief dan anticipatory grief.

Common grief adalah proses berduka normal akibat kehilangan, yang ditandai dengan semakin berkurangnya rasa sedih terus berubah menjadi penerimaan terhadap realita. Common grief adalah reaksi akibat kehilangan, dan meski proses kembali beraktivitas seperti biasa sangat sulit, tapi sedikit demi sedikit orang yang berduka bakal kembali beraktivitas seperti biasa.

Common grief sendiri normal dan dirasakan 50-85% dari orang yang habis kehilangan.

Sementara, anticipatory grief adalah reaksi berduka atas kehilangan seseorang yang akan terjadi. Singkatnya, orangnya masih belum meninggal, tapi hampir pasti akan meninggal. Bisa karena kritis, sekarat, atau sudah mendengar kabar meninggal tapi belum mendapat kepastiannya.

Kamu bisa meneliti grief pada keluarga korban yang meninggal akibat covid-19. Misalnya gimana duka yang dirasakan sama keluarga ini, terus proses adaptasinya kayak apa, dan buat hipotesa kira-kira proses adaptif apa yang paling tepat untuk mempercepat proses grief menjadi pulih kembali.

Tujuannya simpel: melalui penelitian ini, kamu bisa membantu menemukan proses adaptif seperti yang kira-kira paling bisa mempercepat pemulihan dari grief. Ini menjadi jalan bagi psikolog atau tenaga medis lain untuk membuat proses konseling paling efektif.

Atau bisa juga mengambil sudut dari anticipatory grief-nya. Nah anticipatory grief ini diteliti pada orang yang kena covid-19 tapi berhasil sembuh.

Anticipatory grief kan proses berduka pada korban yang hampir meninggal nih. Kira-kira, apa dampak anticipatory grief ini pada keluarga korban yang akhirnya sembuh ini?

Apakah dampaknya positif, misalnya perasaan nyaris berpisah selamanya membuat korban dan keluarganya makin dekat, atau justru berdampak negatif?

Lalu bagaimana pemaknaan keluarga korban terhadap hidup, apa ada perubahan?

Jenis peminatan:

Psikologi klinis, psikologi sosial

Subyek Penelitian:

Survivor covid-19, keluarga korban covid-19.

Dikaitkan dengan:

Macam-macam proses adaptasi atau maladaptasi terhadap grief (baca dan pilih satu), well-being, social support, persepsi terhadap kematian.

 

Contoh referensi:

Stroebe MS, Hansson RO, Schut H, dkk.,: Handbook of Bereavement Research and Practice:
Advances in Theory and Intervention.
American Psychological Association, 2008.

Jacobs, S: Pathologic Grief: Maladaptation to Loss. American Psychiatric Press, Inc., 1993

[the_ad_group id=”3358″]

 

2. Survivor’s Guilt

 "judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Menjadi penyintas covid-19 mungkin bisa jadi pintu kesempatan kedua buat seseorang untuk lebih memaknai hidup. Mungkin ada orang yang bahagia dan bersyukur karena berhasil sembuh dan survive dari penyakit yang mengerikan ini.

Tapi di balik kebahagiaan, terselip juga satu kemungkinan gangguan pada mereka yang sembuh.

Di Bergamo, Italia misalnya. Mereka yang bertahan pasca gelombang penularan covid-19 ternyata mengalami rasa bersalah karena tetap hidup, saat orang lain meninggal.

Rasa bersalah karena berhasil sembuh sementara orang lain meninggal ini disebut survivor’s guilt.

Tapi survivor’s guilt itu apa?

Sederhananya, survivor’s guilt adalah distress emosional yang terjadi ketika kita bertahan hidup setelah melalui sesuatu yang sulit atau traumatis, tapi kita tau kalo orang lain meninggal karena hal itu.

Juni (2016) membagi survivor guilt menjadi dua: culpable guilt dan non-culpable guilt.

Kalo kita definisikan dan lingkupkan ke kasus covid-19, culpable guilt adalah rasa menyalahkan diri sendiri atas meninggal atau jatuh sakitnya orang lain. Orang lain bisa meninggal atau tertular adalah karena tindakannya dia.

Sementara, kalo non culpable adalah rasa bersalah yang nggak diikuti dengan menyalahkan diri sendiri. Jadi dia ngerasa bersalah karena bertahan hidup tapi dia gak bisa menyebut apa alasan rasa bersalahnya itu.

Survivor guilt bisa diteliti pada orang yang berkontak dekat sama korban covid-19. Bisa pada keluarga korban yang meninggal karena covid, bisa pada mantan pasien covid. Kalo mau lebih spesifik lagi ya bisa neliti mantan pasien covid 19 yang kenal dekat sama korban yang meninggal.

Kalo agak susah nemunya dan kamu pengen kuantitatif ya bisa ke perawat atau front worker. Tapi survivor guilt paling pas kalo subyeknya satu keluarga atau kerabat. Rasa bersalah ketika kamu (mungkin saja) jadi penyebab seseorang tertular covid akan lebih besar kalo korbannya adalah keluarga sendiri.

Survivor guilt bisa dijadikan variabel x maupun y. Kalo dijadiin variabel x kamu bisa cari dampak akibat survivor guilt. Bisa berupa gejala PTSD, kebermaknaan hidup, atau afeksi.

Kalo variabel y berarti kamu cari apa yang memicu munculnya survivor guilt. Bisa berupa self-forgiveness, family support, victim role, macem-macem.

Tantangan bagi kamu yang mau meneliti ini adalah referensinya yang rata-rata menyangkut korban perang. Untuk spesifik akibat sakit atau pandemi belum ada. Ya gimana nggak ada, pandemi kek gini kan adanya juga seratus tahun sekali. Tapi bisa diteliti kok.

Jenis Peminatan: Psikologi klinis, psikologi sosial. Kuantitatif bisa, kualitatif lebih cocok.

Subyek Penelitian: Seseorang yang pernah positif coronavirus dan merasa dirinya menularkan ke orang lain, front worker, tenaga medis penanganan corona, atau relawan.

Judul skripsi psikologi tentang covid-19 ini bisa dikaitkan dengan: Self-forgiveness, religiusitas, family support, victim role, kebermaknaan hidup, afeksi.

Contoh referensi:

Juni, S. (2016). Survivor guilt: A critical review from the lens of the Holocaust. International
Review of Victimology, 22(3), 321–337. https://doi.org/10.1177/0269758016637480

Okulate, G. T., & Jones, O. B. (2006). Post-traumatic stress disorder, survivor guilt and substance use–a study of hospitalised Nigerian army veterans. South African medical journal = Suid-Afrikaanse tydskrif vir geneeskunde, 96(2), 144–146.

[the_ad_group id=”3356″]

 

3. Alienasi

 "judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Alienasi awalnya dipake dalam sosiologi, oleh Marx, dan Hegel, sebagai makna tentang terpisahnya seseorang dengan karya atau pekerjaan yang udah dia buat.

Seiring perkembangan teori ini, alienasi juga masuk ke ranah psikologi dengan melihat aspek dinamika psikologisnya.

Di dalam psikologi, Bronfenbrenner (1986) menyebut alienasi sebagai “kehilangan rasa layak hidup, merasa terkucilkan dari keluarga, teman, sekolah, atau pekerjaan”.

Sementara, Seeman (1991) memaknai alienasi sebagai fenomena di mana seorang individu tidak mampu mengontrol semua yang terjadi di sekitarnya; tidak yakin terhadap apa yang dia percayai; nggak mampu memprediksi konsekuensi dari perilakunya sendiri; merasa berbeda dari orang lain dan norma masyarakat; dan sebagai konsekuensinya, terasing dari diri sendiri.

Fenomena alienasi bisa kamu teliti pada mereka yang tertular covid-19. Terkadang, kesalahpahaman masyarakat membuat mereka menjauhi orang yang sedang diisolasi mandiri, enggan membantu, bahkan mengucilkan mantan pasien covid. Kamu bisa mencari dampak psikologisnya.

Atau kamu bisa melihat hubungan antara alienasi dengan perceived sense of belonging di dalam suatu lingkungan. Misalnya kalo satu RT mempunyai perceived sense of belonging tinggi, alienasi yang dirasakan pada mantan pasien menjadi minimal. Saya menambahkan “perceived” karena ngukur sense of belonging satu RT pasti susah. Alternatifnya ya ukur dari persepsi si mantan pasien aja, biasanya sense of belonging di RT atau lingkungan sana kayak apa.

Atau bisa dikaitkan sama perkembangan. Alienasi jamak terjadi sama remaja atau ABG. Jadi kaitkan aja sama remaja yang pernah jadi pasien covid-19. Saya belum ada ide mau dikaitkan sama apa sih.

Yang agak menjadi “jebakan” kalo kamu mau meneliti ini adalah: bidang ilmu yang membahas alienasi tergolong luas. Filsafat, sosiologi, dan psikologi punya makna yang berbeda-beda tentang alienasi. Jadi, kamu harus mastiin kalo referensi kamu masuk dalam ranah psikologi.

Saran saya kamu pake teori Seeman untuk bikin skala alienasi. Meskipun alienasi punya enam varian, mereka bisa saling terkait. Faunce (1981) menyebut bahwa varian alienasi yang dirasakan seseorang bisa memunculkan varian alienasi lain di dalam dirinya. Kalo kamu tambahkan dengan teori Faunce, enam varian tadi bisa kamu jadiin indikator.

Atau bisa juga menggunakan konstruk dari Rayce dkk (2018) yang membuat skala pengukuran alienasi menggunakan teori Seeman.

Jenis Peminatan: Psikologi sosial, psikologi klinis.

Subyek Penelitian: Mantan pasien Covid-19, orang yang sedang menjalani isolasi mandiri (tapi pastiin kamu menjaga jarak atau skalanya diisi online), remaja mantan pasien covid-19.

Judul skripsi psikologi tentang covid-19 ini bisa dikaitkan dengan: Sense of belonging di lingkungan, optimisme untuk sembuh, delinkuensi (kalo subyeknya remaja), social withdrawal.

Contoh referensi:

Seeman, M. (1959). On The Meaning of Alienation. American Sociological Review, 24(6), 783-791. doi:10.2307/2088565

Seeman, M. (1991). Alienation and anomie. In Measures of personality and social psychological
attitudes
(pp. 291-371), New York: Academic Press.

Calabrese, R. L., & Adams, J. (1990). Alienation: a cause of juvenile delinquency. Adolescence, 25(98), 435–440.

Rayce, S.B., Kreiner, S., Damsgaard, M.T. et al. (2018) Measurement of alienation among
adolescents: construct validity of three scales on powerlessness, meaninglessness and social
isolation
. J Patient Rep Outcomes 2, 14

[the_ad_group id=”3355″]

 

 

4. Judul Skripsi Psikologi Tentang Covid-19: Penerapan Radical Acceptance

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Dengan rasio kematian mencapai 982 orang per hari, gak salah bila kita mengambil kesimpulan ada banyak keluarga yang berduka karena kehilangan orang-orang yang dicintai.

Menerima kenyataan pastilah sulit. Apalagi semua terasa mendadak, dan mungkin ada rasa bersalah di dalam diri karena tidak mampu mencegah kematian ini.

Kalo kamu berniat melakukan psikologi eksperimen, kamu bisa coba penerapan radical acceptance.

Radical acceptance adalah istilah yang jamak digunakan dalam Dialectical Behavior Therapy, hasil pengembangan Marsha Linehan pada 1993. Dipake juga dalam nondual psychology (Theriault, 2011) dan solution-focused brief therapy (de Shazer, 1997).

Radical acceptance berasal dari keyakinan bahwa derita yang kita rasakan bukan datang dari kejadian buruk yang dialami, tapi karena keterikatan kita terhadap kejadian itu.

Tapi apa itu radical acceptance?

Radical acceptance berarti kemauan untuk menerima tanpa mengakimi suatu kejadian yang sudah berlalu, yang pada akhirnya mengurangi derita kita akibat kejadian itu.

Radical acceptance mengedepankan pola pikir “melepaskan” diri secara emosional dari kejadian yang sudah berlalu. Ibaratnya melihat sebuah kejadian di sinetron; kita menyaksikan tapi kita nggak terlibat langsung dalam kejadian itu.

Menerima kejadian bukan berarti nggak merasakan sedihnya. Radical acceptance membantu mencegah rasa sedih itu menjadi derita berlebih. Dengan mengendalikan rasa sedih, kita mempertahankan kondisi mental pada level yang sehat dan akhirnya bisa melanjutkan hidup.

Saya belum menemukan definisi ilmiah atau teori ilmuwan yang jelas untuk radical acceptance. Beberapa jurnal yang saya temukan juga membahas tentang radical acceptance lewat jalur berbeda; de Shazer lewat Solution Focused Brief Therapy, Theriault lewat Nondual Psychology, dan Linehan lewat Dialectical Behavior Therapy.

Kamu bisa baca teori lebih lanjutnya di bukunya Linehan (1993), baru liat cara penerapannya di jurnal de Shazer (1997) dan Theriault (2011).

Berhubung ini eksperimen, pastinya kamu butuh waktu yang cukup panjang untuk memantau progres dari subyekmu. Kamu juga perlu memantapkan skill terapinya juga.

Dan dua terapi yang saya cantumkan di sini nggak mutlak. Kamu bisa kok cari jenis terapi lain.

Tetep konsultasikan ke dosen ya, soalnya skripsi seringnya nggak boleh eksperimen. Mungkin di sini ada temen-temen yang nyusun tesis?

Jenis Peminatan: Klinis

Subyek Penelitian: Keluarga korban meninggal akibat covid-19

Dikaitkan dengan: Nggak ada

Contoh referensi:

https://www.verywellmind.com/what-is-radical-acceptance-5120614#what-radical-acceptance-looks-like

de Shazer, S. (1997). Radical acceptance. Families, Systems, & Health, 15(4), 375–378.

Theriault, B. (2012). Radical Acceptance: A Nondual Psychology Approach to Grief and Loss. Int J Ment Health Addiction 10, 354–367.

[the_ad_group id=”3359″]

 

 

5. Learned Helplessness

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Learned helplessness, singkatnya, adalah kondisi ketika organisme (hewan ataupun manusia) secara konsisten meyakini dan berperilaku dengan anggapan bahwa apapun yang ia lakukan nggak akan mengubah apa-apa (Morgan, dalam Gellman dan Turner, 2013)

Singkatnya, seseorang disebut mengalami learned helplessness ketika dia ngerasa pesimis akut sampe-sampe gak mau melakukan apa-apa untuk menangani situasi yang dia alami.

Walker (2001) menyebut bahwa faktor kritis pembentuk learned helplessness adalah individu pernah mengalami sebuah situasi yang awalnya terkontrol, namun ternyata terjadi sesuatu yang nggak dia duga dan lepas dari kendalinya.

Saya kasi contoh. Pada kasus covid-19 ini, mungkin saja ada seseorang yang meyakini bahwa dengan pake masker dan cuci tangan serta menjaga jarak bikin dia aman dari virus corona. Tapi ternyata dia tetep tertular, entah itu dari temen atau keluarganya di rumah. Situasi yang awalnya terkontrol (dia mematuhi protokol kesehatan) ternyata menghasilkan outcome yang nggak dia duga (tetep ketularan). Apabila kemudian dia nggak mendapat penanganan yang tepat, bukan nggak mungkin dia kemudian mengalami learned helplessness.

Judul skripsi psikologi tentang covid-19 yang satu ini cukup dekat sama victimization. Kedua faktor ini bisa mengarah ke depresi. Tapi learned helplessness juga bisa dijadikan variabel y, dengan variabel x-nya menggunakan locus of control.

Learned helplessness sebenernya lebih sering digunakan di psikologi perkembangan, biasanya sama pola asuh atau persepsi terhadap pengasuhan orang tua. Tapi khusus untuk kasus covid ini, bisa juga dikaitkan sama sosial atau klinis.

Jenis Peminatan: Psikologi Sosial, Psikologi Klinis

Subyek Penelitian: Orang yang pernah terkena covid-19 meski menjaga protokol kesehatan.

Dikaitkan dengan: Victimization, Locus of Control, Self-esteem

Contoh referensi:

Walker, J. (2001). Control and the psychology of health: Theory, measurement and applications. Philadelphia: Open University Press

[the_ad_group id=”3363″]

 

 

6. Judul Skripsi Psikologi tentang Covid-19: Zoom Fatigue

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Pandemi mengharuskan kita untuk membatasi aktivitas di luar rumah. Walhasil, beberapa aktivitas yang harus dilakukan di luar, seperti kerja dan belajar, terpaksa dilakukan di rumah.

Kerja yang butuh meeting pun kena imbasnya, jadinya meeting yang kudunya ketemu langsung sekarang harus lewat konferensi video. Belajar yang harusnya ketemu guru (sambil sesekali lirik jam buat tau istirahat berapa lama lagi) juga kudu lewat video.

Nah, kelelahan lewat telekonferensi ini lama-lama bisa bikin capek mental. Istilahnya disebut zoom fatigue.

Fauville dkk (2021) mendefinisikan Zoom fatigue sebagai rasa lelah akibat melakukan aktivitas konferensi video. Jadi, sensasi capek yang bukan terasa di fisik, tapi di mental, karena kelamaan melakukan Zoom.

Kenapa namanya Zoom Fatigue?

Menurut pencipta istilah ini (Bailenson, 2021) Zoom dipilih karena aplikasi Zoom adalah yang paling populer dipake. Terlepas dari apapun aplikasi yang kamu pake (Google Class, Skype, WA videocall) selama itu dilakukan menggambarkan kelelahan karena aktivitas telekonferensi, boleh pake istilah Zoom fatigue.

Dampak Zoom fatigue yang cukup jelas adalah frustrasi, susah konsentrasi, dan jadi gampang lupa.

Nah, kamu bisa teliti dampak kelelahan akibat nge-Zoom ini dengan work burnout, misalnya. Atau dampak dari zoom ini dengan persepsi terhadap beban kognitif yang dirasakan oleh siswa. Jadi kamu bisa liat apakah kelelahan terhadap telekonferensi ini punya dampak atau nggak.

Jenis Peminatan: Psikologi Pendidikan, Psikologi Industri, atau Klinis. Tergantung subyek sih.

Subyek Penelitian: Orang-orang yang menggunakan Zoom atau aplikasi telekonferensi lain selama PPKM/lockdown.

Dikaitkan dengan: Beban kognitif, work burnout, stres

Contoh referensi:

Fauville, G., Luo, M., Queiroz, A., Bailenson, J., dan Hancock, J. (2021), Nonverbal Mechanisms
Predict Zoom Fatigue and Explain Why Women Experience Higher Levels than Men.

http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3820035

Bailenson, J. N. (2021). Nonverbal Overload: A Theoretical Argument for the Causes of Zoom
Fatigue. Technology, Mind, and Behavior
, 2(1). https://doi.org/10.1037/tmb0000030

[the_ad_group id=”3364″]

 

 

7. Time Famine

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Vibenya kerja dari rumah sama dari kantor tuh beda.

Kalo kerja dari kantor tuh gangguan bisa lebih diminimalisir. Setidaknya masalah di rumah dan di kantor gak kecampur; semua ada wilayah dan waktu membereskannya masing-masing.

Tapi dengan adanya PPKM dan kerja dari rumah, kedua zona ini terpaksa kecampur-campur.

Buat yang harus sambil mengasuh anak atau mengurus tanggungan di rumah, kerja mungkin jadi lebih susah dan rasanya tuh konsentrasi susah diraih. Dan waktu 24 jam nggak cukup buat ngurusin semuanya.

Ini namanya time famine.

Perlow (1999) mendefinisikan time famine dengan “perasaan memiliki terlalu banyak hal yang harus dikerjakan dan nggak punya cukup waktu untuk melakukannya.”

Artinya, time famine adalah sensasi kekurangan waktu yang dibutuhkan buat nyelesaiin semua pekerjaan.

Kalo subyeknya sih saya rasa paling pas ke subyek yang udah berkeluarga, nggak punya asisten rumah tangga, dan harus kerja dari rumah.

Ini bisa dikaitkan sama banyak hal kok. Paling gampang ya ke work burnout, well being, atau analysis paralysis. Ini semua adalah dampak dari time famine, jadi variabel time faminenya menjadi variabel x.

Atau kalo mau eksperimen, bisa kaitkan time famine dengan mindful awareness. Ini bagus juga kok, dan perlakuannya pake terapi sederhana yang cukup pake jurnal harian.

Jenis Peminatan: Psikologi klinis, industri.

Subyek Penelitian: Orang-orang yang kerja dari rumah dan punya anak/bertanggung jawab mengurus rumah.

Dikaitkan dengan: Work burnout, kedisiplinan, well being, analysis paralysis, choice paralysis, mindfulness.

Contoh referensi:

Perlow, L. (1999). The Time Famine: Toward a Sociology of Work Time. Administrative Science
Quarterly, 44(1), 57-81. doi:10.2307/2667031

[the_ad_group id=”3356″]

 

 

8. Caregiver Burnout

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Dampak covid gak cuma dirasakan oleh penderita. Penjaga, perawat, dan tenaga medis lainnya juga bisa merasakan dampak psikologis.

Daaaan salah satu dampak psikologis yang dirasain adalah caregiver burnout.

Caregiver burnout sendiri adalah keadaan di mana kesehatan fisik dan mental seorang pengasuh (caregiver) terdampak negatif dari stres akibat merawat kebutuhan seseorang (Hategan dkk, 2018).

Caregiver burnout ini terjadi ketika si caregiver nggak mendapat dukungan yang cukup, atau merasa beban tugas dan tanggung jawabnya udah melebihi kesanggupannya.

Caregiver ini lingkupnya luas. Perawat dan atau tenaga medis lainnya bisa. Kalo gak ada link buat meneliti perawat, kamu bisa meneliti keluarga yang merawat orang lagi isolasi mandiri.

Caregiver ini cocoknya jadi variabel y sih. Variabel x-nya mungkin suatu sikap atau mindset yang berpotensi menetralisir burnout. Misalnya prosocial mindset, compassion, empati, atau motivasi internal lainnya.

Jenis Peminatan: Psikologi sosial, psikologi industri, psikologi klinis

Subyek Penelitian: Perawat di rumah sakit penerima pasien coronavirus, keluarga pasien yang lagi isolasi mandiri.

Judul skripsi psikologi tentang covid-19 bisa dikaitkan dengan: Macam-macam motivasi internal.

Contoh referensi:

Hategan A., Bourgeois J.A., Cheng T., Young J. (2018) Caregiver Burnout. In: Geriatric  Psychiatry Study Guide. Springer, Cham. https://doi.org/10.1007/978-3-319-77128-1_19

[the_ad_placement id=”before-content”]

 

 

9. Compassion Fatigue

Nakes Covid-19 Kelelahan hingga Tertekan, RS dan Puskesmas Bisa Kolaps

Nah, variabel ini masih agak mirip sama caregiver burnout. Namanya compassion fatigue.

Compassion fatigue didefinisikan oleh Figley (1995) sebagai “perilaku dan emosi alami yang dihasilkan dari mengetahui dan menolong orang lain yang mengalami kejadian traumatis – rasa tertekan karena menolong orang yang sedang menderita tersebut”.

Simpelnya, compassion fatigue adalah rasa lelah yang muncul karena kita membantu orang lain melalui proses yang menyakitkan dan menderita berat sampe-sampe rasa kasihan dan empati kita sama orang lain jadi tumpul.

Apa bedanya sama caregiver burnout?

Franza dkk (2015) menyebut kalo caregiver burnout nggak terhubung langsung sama trauma dan penderitaan. Semua kerjaan kalo dipress cukup keras bisa berujung ke burnout, tinggal spesifiknya aja yang ke arah mana. Terus burnout juga munculnya sedikit demi sedikit.

Nah, ini beda sama compassion fatigue: yang pertama, compassion fatigue lebih khusus pada pekerjaan yang sifatnya menolong orang melewati suatu fase traumatis. Misalnya psikiater yang menangani pasien schizofrenia berat, atau perawat menangani pasien covid yang sedang kritis. Atau supir ambulans yang menangani jenazah pasien.

Singkatnya, pembeda utama dari caregiver burnout sama compassion fatigue adalah kejadian traumatisnya. Kejadian secondary traumatic ini berdampak langsung dan menciptakan rasa lelah secara mental.

Beberapa ciri-ciri compassion fatigue adalah mood swing, sulit tidur, menumpulnya kepekaan, dan munculnya gejala kecemasan.

Compassion fatigue lebih cocok diteliti ke front worker yang berhadapan langsung sama pasien covid-19. Supir ambulans, penggali makam, perawat, yang kayak gitu lebih pas.

Jenis Peminatan: Paling pas ke psikologi klinis

Subyek Penelitian: Supir ambulans, penggali makam, perawat, atau siapapun yang menangani pasien kritis covid-19 secara langsung.

Judul skripsi psikologi tentang covid-19 ini bisa Dikaitkan dengan: Mungkin sama variabel yang berpotensi mengurangi compassion fatigue, misalnya strategi coping atau motivasi internal semacam religiusitas dan prosocial mindset.

Contoh daftar pustaka:

Figley, C. (1995). Compassion fatigue: coping with secondary traumatic stress disorder in those who treat the traumatized. New York: Routledge.

Franza F, Del Buono G, Pellegrino F. (2015). Psychiatric caregiver stress: Clinical implications of
compassion fatigue.
Psychiatr Danub.

Bride, B. E., Radey, M., & Figley, C. R. (2007). Measuring compassion fatigue. Clinical social
work journal
, 35(3), 155-163.

Cocker, F., & Joss, N. (2016). Compassion Fatigue among Healthcare, Emergency and Community Service Workers: A Systematic Review. International journal of environmental research and public health, 13(6), 618. https://doi.org/10.3390/ijerph13060618

[the_ad_group id=”3355″]

 

 

10. Judul skripsi psikologi tentang covid-19: Risk Perceptions

"judul skripsi tentang covid 19" "judul skripsi psikologi perkembangan" "skripsi psikologi kuantitatif" "skripsi psikologi ugm" "judul skripsi psikologi industri dan organisasi" "contoh judul skripsi psikologi perkembangan anak" "variabel psikologi" "contoh skripsi psikologi kualitatif pdf"

Pemerintah udah memberlakukan PPKM level 4 (paling pedes) dan ngelarang diberlakukannya kerumunan. Tapi masih banyak aja rangorang yang ngeyel dan bikin kerumunan. Teranyar adalah selebgram asal Aceh yang bikin acara mengundang kerumunan dan sekarang terancam hukuman penjara.

Nggak usah kerumunan deh. Disuruh pake masker aja masih ada kok yang nggak mau. Padahal udah banyak yang meninggal karena coronavirus ini. Dan lagi, menghindari kerumunan dan pake masker adalah dua dari tiga protokol kesehatan yang perlu dilakukan.

Keengganan untuk mengikuti protokol kesehatan ini bisa dihipotesakan sebagai kecilnya persepsi resiko masyarakat terhadap virus korona ini.

Apa itu persepsi resiko?

Darker (2013) menyebut risk perceptions sebagai keyakinan terhadap adanya suatu potensi bahaya atau suatu kemungkinan kerugian. Risk perceptions adalah pandangan subyektif terhadap besar kecilnya resiko keberbahayaan sesuatu.

Tingkat resiko terkait suatu perbuatan bisa dilihat dari seberapa besar kemungkinan bahaya yang muncul dari perbuatan tersebut. Misal, naik motor dengan kecepatan 10 km per jam di dalam perumahan maka kemungkinan kecelakaannya kecil, jatoh paling lecet. Tingkat resikonya kecil. Kalo naik motor kecepatan 200 km per jam sambil tutup mata melawan arus, maka kemungkinan kecelakaannya besar banget. Ini tingkat resikonya besar.

Kamu bisa fokuskan risk perceptions ini ke arah covid-19.

Berhubung persepsi resiko atau risk perceptions sifatnya subyektif, jadi semua orang bisa menimbang sendiri berapa besar kemungkinan dia terpapar atau meninggal akibat penyakit ini. Tinggal kamunya aja ngelihat lagi indikator pembentuk risk perceptions, terus fokusin deh ke arah covid-19.

Ke mana mau mengarahkan penelitian ini?

Risk perceptions bisa dijadikan variabel x maupun y. Bisa membentuk perilaku lain, atau risk perception bisa pula dibentuk dari perilaku lain.

Kalo risk perception menjadi variabel bebas, maka variabel terikatnya adalah perilaku masyarakat terhadap covid ini. Misalnya menjaga perilaku kesehatan (pake Health Behavior teorinya Rosenstock atau dari jurnalnya Rogers).

Kalo jadi variabel terikat, maka variabel bebasnya adalah suatu perilaku yang kerap kali mempengaruhi persepsi kita terhadap resiko. Misalnya media yang kita konsumsi.

Saya sempet membaca tentang fear-aroused communication atau komunikasi yang menciptakan ketakutan. Contohnya itu kayak foto tenggorokan bolong yang ada di bungkus rokok. Penelitian lain juga bilang bahwa orang lebih mau melakukan tindakan pencegahan apabila konsekuensi dari suatu perbuatan dilihat secara langsung, dan real-time alih-alih hipotetis.

Kalo mau penelitian skripsi kualitatif bisa banget sih pake fear-aroused communication. Saya rasa gampang, asal subyeknya banyak aja. Caranya adalah kumpulin subyeknya, terus berikan skala risk perceptions covid-19. Terus kasi video, seminar, atau rangkaian gambar tentang bahaya covid-19. Konten yang menjelaskan bahaya covid cukup banyak. Kalo udah, kasi lagi skala risk perceptions ini, terus bandingkan perbedaannya.

Jenis Peminatan: Psikologi klinis, psikologi sosial.

Subyek Penelitian: Orang-orang yang nggak mau menerapkan protokol kesehatan, dan orang yang nggak mau vaksin.

Dikaitkan dengan: Fear-aroused communications, perilaku menjaga kesehatan, mekanisme coping

Contoh referensi:
Darker C. (2013) Risk Perception. Dalam: Gellman M.D., Turner J.R. (eds) Encyclopedia of
Behavioral Medicine. Springer, New York, NY. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-1005-
9_866

Bruine de Bruin, W., & Bennett, D. (2020). Relationships Between Initial COVID-19 Risk
Perceptions and Protective Health Behaviors: A National Survey
. American journal of
preventive medicine, 59(2), 157–167. https://doi.org/10.1016/j.amepre.2020.05.001

Rosenstock IM. The health belief model and preventive health behavior. Health Educ Monogr.
1974;2(4):354–386. doi: 10.1177/109019817400200405

Rogers RW. A protection motivation theory of fear appeals and attitude change. J Psychol.
1975;91(1):93–114. doi: 10.1080/00223980.1975.9915803

[the_ad_placement id=”before-content”]

 


NAH!

Itu beberapa judul skripsi psikologi tentang covid-19. Bisa kamu jadiin kualitatif, bisa jadi kuantitatif.

Sebenernya ini belum kelar banget sih. Ada 10 lagi yang belum saya tulis. Saya paksain rilis setengahnya karena takut kelamaan. Soalnya tiap variabel yang saya tulis di sini juga saya baca lagi dan saya tambahin lagi referensinya, jadi emang ada teori ilmuwannya. Bukan asal nulis aja.

Kalo mau tanya-tanya ya silakan aja yes. Kayak biasanya, silakan komentar atau konsultasiin judul. Dadah!

61 thoughts on “Judul Skripsi Psikologi tentang Covid-19 tahun 2021”

  1. Halo kak, aku kemarin diberi revisi dri dosen penguji jika ambil penelitian tentang ‘Gambaran Self regulated learning pada mahasiswa bekerja part time berdasarkan aspek demografi (jenis kelamin, usia, dll) dari judul sebenarnya “hubungan SRL dengan motivasi belajar”, nahh yang bikin pusing , ku baca skripsi yang meliputi aspek demografi, tapi analis datanya kebanyakan mixed method yah, apa gak bisa kuanti aja?

    Reply
    • soalnya kalo kita neliti pake aspek demografi, syarat penelitian kuanti yaitu “melihat hubungan antara
      minimal dua variabel
      belum terpenuhi. aspek demografi bisa dibilang pengkhususan subyek, dan itu bukan variabel.

      mungkin bisa juga jadi kuanti tapi pake dua demografi yang berbeda latar belakang. misalnya perbedaan self regulated learning pada mahasiswa part time yang kerjanya untuk menyambung hidup dan yang kerja part time untuk mencari pengalaman.

      Reply
  2. Halo kak Robi! aku izin bertanya, jadi aku udah mengajukan judul skripsi ke dospem “hubungan gratitude dan social comparison pada pengguna media sosial” dgn urgensinya peningkatan pengguna media sosial dan intensitasnya. Tapi kata dosenku agak susah melihat hubungan dari kedua variabel itu padahal kalo dilihat dari bukti empiris kedua hal itu kemungkinan bisa dikaitkan. Saya lagi bingung banget kak, apakah saya perlu menambah variabel lagi atau bagaimana, kalo saran dari kak Robi gimana ya kak, terima kasih sebelumnya

    Reply
    • saya setuju lo sama kamu. gratitude sama social comparison itu sebenernya bisa dihubungkan. apa jurnalnya kurang mendukung? sudah liat jurnal tentang gratitude dengan social comparison ini belum?

      kalo nambah variabel berarti nambah skala lagi, susah ntar. kemungkinannya antara tambah jurnal pendukung untuk memperkuat argumen kamu, atau ganti gratitude dengan yang lain misalnya self esteem

      Reply
  3. Kak robi aku rencana pengen ngebandingin sekolah sd alam dan reguler.. Kira2 apa yang bisa dibandingkan ya, dan aku pengennya kuantitatif..apa memungkinkan ya untuk anak sd?

    Lalu aku tertarik juga sama internet trolling, tp penelitian indo kayaknya belum banyak.. Dan enak nya disandingkan sama apa juga ya kak

    Reply
    • kalo subyek anak sd, maka pembanding yang bisa dipake adalah yg sifatnya obyektif kayak melalui nilai sekolah. atau bisa juga pake tes yang kamu buat sendiri. skala perilaku atau persepsi juga bisa, tapi kasinya ke anak kelas 6 yang notabene udah bisa berpikir kritis.

      internet trolling bisa sama insecurity. anonimitas juga bisa, atau dikaitkan sama salah satu mekanisme pertahanan ego juga bisa.

      Reply
  4. Hallo Kak! ijin bertanya ya, kira” Kalimat yg tepat mengenai “survivor guilt” jika di alihkan ke bahasa Indonesia tu apa ya kak?

    Lalu untuk judul lain mengenai survivor guilt spt ap ya kak? Saya lagi cari judul skripsi, kebetulan pengennya mengarah ke kualitatif kak.

    Mohon bantuannya kak, sudah stuck banget ini:(.
    Terimakasih banyak kak🙏

    Reply
    • halo linda! kalo diterjemahkan secara harfiah sih yang paling dekat adalah “rasa bersalah penyintas”.

      kalo mau kualitatif kamu bisa pake satu variabel aja, jadi pake survivor guilt sendiri pun udah cukup. yang penting subyeknya istimewa/langka sih.

      Reply
  5. Hallo Kak! ijin bertanya ya, kira” Kalimat yg tepat mengenai “survivor guilt” jika di alihkan ke bahasa Indonesia tu apa ya kak?

    Lalu untuk judul lain mengenai survivor guilt spt ap ya kak? Saya lagi cari judul skripsi, kebetulan pengennya mengarah ke kualitatif kak.

    Mohon bantuannya kak, sudah stuck banget ini:(.
    Terimakasih banyak kak🙏

    Reply
  6. kak maaf izin bertanya, jika risk perception apakah bisa menggunakan kuantitatif? dan harus dikaitkan dengan apakah sehingga bisa masuk ke arah psikologi klinis? terimakasih banyak atas bantuannya.

    Reply
    • hola! risk perception lebih asik kalo dikaitkan sama sosial. unfounded beliefs sama kemampuan berpikir logis mungkin bisa nyambung ke klinis. kalo yang agak mudah (tapi kemungkinan ditolak) ya kaitkan dengan kecemasan atau perilaku kompulsif mengenai protokol 3M.

      Reply
  7. Bismillah kak Sya mau nanya judul yg bagus untk mahasiswa psikologi tntng Risk perceptions di kaitkan sama orng yg nggak mau di vaksin apa kira2 yah🙏 mhn bantuan lgi cri jdul untk skripsi kak

    Reply
    • daripada vaksin, coba protokol kesehatan aja. pake message fatigue.

      hubungan antara message fatigue terhadap risk perception mengenai protokol kesehatan.

      Reply
  8. Kak maaf ada kontak yg bisa dihubungi? kak saya itu mohon bantuannya yang terkait Zoom fatigue, skalanya tuh ga ada indikator pastinya itukan cuma instrumen aja kan? semisal bagian, General fatigue, Visual Fatigue dll itu ga ada definisinya 🙁 bantuu dong kak utk skripsi huhuhu

    Reply
    • zoom fatigue emang belum ada teori ilmiahnya sih. tapi zoom fatigue bisa didefinisikan sebagai “suatu bentuk fatigue yang disebabkan karena penggunaan aplikasi zoom atau telekonferensi daring yang berlebihan”. gitu aja. semua gejala, sebab, dan skala bisa pake fatigue, yang penting dikaitkan dengan aktivitas penggunaan zoom atau telekonferensi daring.

      Reply
  9. kaa mau nanya, kalo mau buat judul tentang self talk variabel terikatnya yg pas apaya? terimakasih

    Reply
  10. Assalamu’alaikum kak, mau nanya dong. Saya sedang mengambil mata kuliah penyusunan proposal skripsi. Saya tertarik dengan beberapa variabel penelitian seperti self-compassion, self-comparison, psychological well-being, happiness, pet attachment, dan quarter life crisis.

    Namun beberapa minggu yang lalu saya sudah mengajukan judul proposal skripsi saya dengan judul “Hubungan Intensitas penggunaan media sosial dengan Psychological Well-Being” namun, saya masih bingung apakah penelitian tersebut bisa dilakukan dengan melihat hubungannya, saya masih agak bingung membuat latar belakang terkait urgensinya apa, dan dari jurnal yang saya dapatkan rata2 melihat pengaruh intensitas penggunaan media sosial dengan PWB, bukan hubungan.

    Jadi saya bingung sebenarnya penelitian saya itu bisa dilakukan atau tidak. Lalu, kemudian saya jadi tertarik melihat hubungan antara Pet Attachment dengan happiness / psychological well being dan juga tertarik dengan penelitian lain yaitu melihat hubungan antara efikasi diri dengan kematangan karir.

    Kira-kira menurut kakak, saya ganti judul saja kah atau bagaimana ya kak? Dari variabel dan judul skripsi yang saya sebutkan tersebut, menurut kakak penelitian mana yaa yang paling gampang untuk dilakukan secara kuanti, lalu penelitian mana yang memang memiliki urgensinya serta memang ada fenomenanya di masyarakat?

    Karena misal seperti hubungan pet attachment denagn happiness/pwb, lagi-lagi kendala saya adalah saya tidak tahu urgensi dr penelitian tersebut apa jika dilakukan, tidak ada fenomena yang menyebabkan ada masalah di masyarakat sehingga harus diteliti.

    sekarang saya jadi dilema dan tidak tahu mau membuat penelitian apa, apakah saya bisa / sebaiknya melanjutkan judul yang sudah saya ajukan beberapa minggu lalu (Hubungan intensitas penggunaan media sosial dengan psychological well being) tersebut?

    atau mengganti saja dengan 2 penelitian yang sudah saya sebut yang saya tertarik juga (Hubungan Pet attachment dengan happiness / psychological well being dan Hubungan antara efikasi diri dengan kematangan karir) ??? Apakah ada saran baiknya bagaimana kak? Terima kasih banyak kak sebelumnya.

    Reply
    • intinya kan gini ya. kamu punya tiga judul penelitian tapi bingung mana yang paling urgen dan yang paling gampang diteliti secara kuanti.

      untuk judul pertama; kalo hubungan ya tetep bisa dilakukan. Malah bakal lebih mudah: tinggal liat aja kan apakah hubungan antara kedua variabel ini positif apa negatif. Tapi dampak penggunaan media sosial dengan well-beingness ini udah agak sering. hasilnya pun bisa berbeda-beda pada tiap hasil penelitian. kamu bisa melakukan meta analisa terhadap sejumlah penelitian ini dan temukan kesimpulan besar terhadap dampak penggunaan sosial media terhadap well-being. meta analisa termasuk kuanti, dan ini nggak mengharuskan kamu turun lapangan.

      Pet attachment ini sebenernya ada urgensinya, tergantung siapa subyeknya. judul ini bisa dipake kalo kamu punya subyek spesifik. misalnya pada orang-orang yang sedang melakukan isolasi mandiri atau sedang dirawat di rumah sakit dan gak bisa berkontak dengan orang lain.

      efikasi diri dan kematangan karir bisa kok, kaitkan aja dengan pandemi. saya rasa judul ini yang paling ada urgensinya. tinggal cari subyeknya aja sih.

      Reply

Leave a Comment