Biografi Lengkap Abraham Maslow

Home // Kepoin Psikologi // Biografi Lengkap Abraham Maslow

Biografi Abraham Maslow. Kehidupannya, teori Abraham Maslow, serta pemikirannya.

 

Halo!

Sudah lama nggak membahas mengenai tokoh psikologi dan teorinya.
Karena itu, kali ini saya akan membahas mengenai Abraham Maslow. Termasuk di antaranya adalah perjalanan hidup Maslow, teori Maslow, dan pemikiran-pemikiran Maslow yang belum terjawab.

Sudah siap?

 

1. Biografi Abraham Maslow

1.1. Tempat Lahir Abraham Maslow

Abraham Maslow lahir dan besar di Brooklyn, New York. Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara, dan dianggap “nggak stabil” secara emosional oleh psikolog. Orang tua Maslow adalah imigran dari Rusia. Orang tua Maslow cenderung kasar dan kurang berpendidikan.

1.2. Kehidupan masa kecil Abraham Maslow

Maslow lalu tumbuh besar dengan banyak masalah di keluarganya. Dia sering berdebat dengan ayahnya.
Malah, ayahnya sering merendahkan Maslow kecil, dan memaksanya untuk menguasai bidang yang Maslow nggak suka.

Ayah Maslow sering mabok, main cewek, dan berkelahi, dan sering mengatai anaknya bodoh dan tolol.
Komentar-komentar semacam ini berpengaruh ke self-image Maslow dong ya.
Karena hal ini, Maslow kecil kalau naik komuter sering mencari gerbong kosong, supaya dia nggak ketemu orang lain.

Ibunya Maslow pun sama aja. Malah lebih parah.
Maslow kecil punya kebencian yang dalam pada ibunya, bahkan nggak mau ngobrol atau berinteraksi dengannya.
Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan ibunya Maslow yang menggembok pintu kulkas, dan cuma membukanya kalau dia pengen sesuatu.

Pernah, Maslow kecil memungut anak kucing dari jalan. Maslow mau merawat dan memelihara anak kucing itu.
Tapi apa daya, ibunya melihat Maslow kecil ngasih susu ke anak kucing tersebut.
Ibu Maslow mengamuk, anak kucing itu dibanting dan kepalanya dihantamkan ke dinding. And yes, Maslow kecil melihat semua itu.

Maslow menganggap ibunya nggak punya hati dan nggak punya cinta. Ia nggak punya tanda-tanda kasih sayang atau cinta pada siapapun, bahkan pada keluarganya sendiri.

Dalam biografinya, Maslow menulis “What I had reacted to was not only her physical appearance, but also her values and world view, her stinginess, her total selfishness, her lack of love for anyone else in the world – even her own husband and children – her narcissism, her Negro prejudice, her exploitation of everyone, her assumption that anyone was wrong who disagreed with her, her lack of friends, her sloppiness and dirtiness…

Ini menunjukkan betapa buruknya sang ibu di mata Maslow.

Lingkungan Maslow pun juga bukan lingkungan yang baik. Layaknya ras yahudi pada masanya, Maslow kerap mengalami diskriminasi anti-Semit dari guru dan anak-anak di sekitar lingkungannya. Maslow kecil juga sering dikejar-kejar dan dilempari batu oleh geng anti-Semit.[sumber]

Hidup memang gak gampang buat Maslow. Ia bocah yahudi kecil, yang tinggal di lingkungan anti-yahudi. Di rumah pun, orang tuanya nggak menjadi pelindung yang baik. Karenanya, Maslow memilih “tinggal dan mengungsi” di buku-buku. Maslow merasa nyaman dengan membaca buku. Makanya, dia sering menghabiskan waktu di perpustakaan (Hall, 1968, hlm. 37).

Maslow juga nggak pernah berdamai dengan ibunya. Kebencian ini terus tumbuh seiring bertambah dewasanya Maslow. Bahkan saat dia sudah jadi psikolog pun, Maslow nggak mau datang ke pemakamannya. Tapi Maslow sempat bertemu dan berdamai sama ayahnya. Pada akhir hayat ayahnya, mereka sempet menjalin hubungan yang bukan dekat, namun cukup hangat untuk ukuran dua orang dewasa.

1.3. Masa Sekolah Abraham Maslow

Abraham Maslow kemudian bersekolah di Boys High School, salah satu SMA paling bagus di Brooklyn. Di sekolah ini, dia aktif di berbagai organisasi, dan kerja juga sebagai editor Latin Magazine. Dia juga menjadi editor di majalah sekolah Principia.

Saat muda, Maslow yakin kalau karakter sejati cowok adalah punya fisik yang kuat. Makanya, Maslow muda sering olahraga dan angkat berat, supaya dia keliatan berotot. Namun, Maslow gagal untuk yang ini.

As a young boy, Maslow believed physical strength to be the single most defining characteristic of a true male; hence, he exercised often and took up weight lifting in hopes of being transformed into a more muscular, tough-looking guy, however, he was unable to achieve this due to his humble-looking and chaste figure as well as his studiousness.

Maslow kemudian ambil kuliah di City College of New York. Dia mengambil studi ilmu hukum, namun hampir mengundurkan diri karena nggak suka. Pada 1927 dia pindah kuliah ke Cornell, tapi nggak betah juga karena biayanya mahal. Ia lalu menyelesaikan kuliahnya di City College, dan melanjutkan kuliah di  University of Wisconsin untuk mempelajari psikologi.

Di 1928, ia menikahi sepupunya, Bertha yang waktu itu masih SMA. Maslow dan Bertha kemudian punya dua anak, Ann dan Ellen. Maslow pernah bilang bahwa menikah dengan Bertha adalah titik balik hidupnya. Mereka tetap bersama hingga maut memisahkan (sumber)

biografi Abraham Maslow
Maslow dan istrinya

Di Universitas Winconsin, Maslow memfokuskan psikologinya pada experimental-behaviorist. Dia memfokuskan penelitiannya pada perilaku dominasi primata dan kaitannya dengan seksualitas. Fokus Maslow pada behavioristik dan pengalaman masa kecilnya, membuat Maslow punya mindset positifisme yang kuat.

Atas rekomendasi Professor Hulsey Cason, Maslow diminta menggarap tesis berjudul “learning, retention, and reproduction of verbal material”.

Walaupun berhasil menyelesaikan tesisnya dan lulus, Maslow merasa malu dengan karyanya ini. Malah, Maslow sampai nekat ke perpustakaan psikologi dan merobek tesisnya dari katalog perpus. Tapi, Professor Carson berhasil meyakinkan Maslow untuk mempublikasikan tesisnya ke jurnal psikologi.

 

1.4. Karir Abraham Maslow

Maslow memulai karirnya sebagai pengajar di Brooklyn College pada 1937 sampai 1951. Pada saat itu, Maslow terpengaruh oleh psikolog Gestalt bernama Max Wertheimer dan antropolog Ruth Benedict. Saking terpengaruhnya, Maslow menganggap mereka berdua adalah orang luar biasa.
Maslow mulai menganalisa mereka dan mencatat perilaku mereka. Kelakuan stalking ini kemudian menjadi cikal bakal teori populer bernama Hirarki Maslow.

Maslow melanjutkan penelitiannya di Columbia University, dengan tema teori kebutuhan dan potensi manusia. Di sini dia bertemu dengan legenda psikologi lainnya, Alfred Adler.

Sekitar 1941, Jepang mendeklarasikan perang terhadap Amerika dengan serangan Pearl Harbor-nya. Karena sudah berusia 33 tahun, Maslow nggak diikutkan dalam wajib militer.
Meski begitu, kengerian perang menginspirasi Maslow tentang cara menciptakan kedamaian. Pemikiran ini kemudian mengantarkannya pada penelitian mengenai aktualisasi diri.

Penelitian mengenai aktualisasi diri dimulai dengan menganalisa hasil stalking terhadap Ruth Benedict dan Max Wertheimer. Ia meminjam teori-teori psikolog lain mengenai kesehatan mental dan potensi manusia, menambahkan banyak aspek baru ke dalamnya, terutama mengenai konsep hirarki kebutuhan, metakebutuhan, metamotivasi, orang-orang teraktualisasi, dan pengalaman puncak.

Maslow menganggap dirinya sebagai pionir baru di bidang psikologi. Ia menciptakan jalan yang inovatif bagi para psikolog untuk memahami manusia. Malahan, Maslow menciptakan kerangka kerja atas teorinya agar psikolog lain bisa nambahin aspek-aspek yang lebih bagus.

Pada 1963, Maslow jadi salah satu kandidat presiden Asosiasi Psikologi Humanistik, tapi Maslow menolak. Bagi Maslow, Asosiasi Psikologi Humanistik harus bisa jalan sendiri tanpa ada pemimpin. Di tahun yang sama, Maslow menerima dana bantuan dari Yayasan Laughlin di Menlo Park, California, sehingga Maslow bisa fokus menulis.

Pada 1968 Maslow dilantik menjadi presiden APA. Jabatan ini dipegang olehnya selama setahun.

 

1.5. Akhir Hidup

Maslow menghabiskan waktunya dengan menulis. Pada 1967, ia terkena serangan jantung yang lumayan fatal. Demi kesehatannya, Maslow dan Bertha kemudian pindah ke San Fransisco Bay yang iklimnya lebih hangat.

Walaupun sakit, passion Maslow untuk menulis, mengajar, dan memberi konsultasi tidak pernah hilang. Ia pernah menulis “I have a very strong sense of being in the middle of a historical wave. One hundred fifty years from now, what will historians say about this age? What was really important? My belief is that…the `growing tip’ of mankind is now growing and will flourish.

“Aku punya firasat kuat bahwa saat ini aku di tengah gelombang sejarah yang besar. 150 tahun dari sekarang, apa kata para sejarahwan tentang masa ini? Apa yang paling penting dari masa ini? Aku yakin bahwa fase puncak umat manusia sekarang sedang tumbuh dan akan merekah.”

8 Juni 1970, Maslow meninggal saat jogging di Menlo Park, California. Ia wafat saat berusia 62 tahun.

 


2. Berbagai Teori Abraham Maslow

2.1. Psikologi Humanistik Abraham Maslow

Salah satu pemikiran Maslow yang paling dikenal adalah sumbangsihnya terhadap Psikologi Humanistik. Psikologi Humanistik percaya bahwa setiap orang punya keinginan untuk memenuhi potensi penuh mereka, sebuah level yang disebut aktualisasi diri.

Fokus utama aliran ini adalah potensi positif yang dimiliki umat manusia. Maslow memposisikan karyanya sebagai penyempurna karya legendaris Freud. Kata Maslow, “Freud sudah memberikan kita setengah bagian psikologi dengan penyakit, sekarang tugas kita adalah melengkapinya dengan fokus ke yang sehat.”

Buat Maslow, manusia selalu bergerak dan berpikir untuk meraih kehebatan. Berbeda dengan psikolog lain (yang mempelajari orang sakit), Maslow justru memfokuskan penelitiannya pada orang yang sehat dan berfungsi secara sosial.

Ini adalah gebrakan. Ketika psikolog lain memulai penelitian dari orang-orang dengan gangguan jiwa, Maslow justru mengambil dasar dari orang-orang besar dan berpengaruh. Maslow yakin, bahwa semua orang perlu mengenali kebutuhan-kebutuhan dasarnya dulu, sebelum bergerak memenuhi tujuan hidup dan mengaktualisasi diri.

Psikologi humanistik cocok untuk mereka yang mengejar sisi positif manusia dan percaya pada kehendak bebas.
Aliran ini memberikan jalan bagi manusia supaya nggak hanya sehat secara mental, tapi juga menjadi manusia yang lebih hebat. Teori humanistik juga cukup general, jadi bisa diterapkan pada ilmu-ilmu lain seperti keuangan, ekonomi, bahkan sejarah dan kriminal.

Tapi psikologi humanistik sendiri punya kelemahan, seperti minim bukti yang terukur.
Dasar aliran ini diambil dari pengamatan Maslow terhadap dua kolega yang ia kagumi.
Jadi, sejujurnya dasar aliran humanistik versi Maslow tergolong lemah.
Terus juga, psikologi humanistik versi Maslow juga nggak bisa diterapkan pada masalah kejiwaan yang spesifik dan parah.

 

2.2. Hirarki Kebutuhan Maslow

Mungkin kamu yang mahasiswa psikologi inget tentang Hirarki Kebutuhan Maslow.
Hirarki Maslow adalah seperangkat kebutuhan yang perlu dipenuhi manusia untuk mencapai level tertinggi, yaitu aktualisasi diri.

Hirarki ini sering digambarkan seperti 6 tumpuk membentuk piramid, dengan kebutuhan paling dasar berada di bawah. Secara garis besar ada 6 tahap. Ketika satu tahap terpenuhi, manusia akan bergerak naik memenuhi tahap di atasnya. Begitu terus, hingga ia mencapai tahap pemenuhan aktualisasi diri.

Empat tahap dasar dari Hirarki Maslow disebut sebagai “kebutuhan defisiensi” atau “d-needs“.
Secara berurutan: kebutuhan fisik, rasa aman, persahabatan dan cinta, serta rasa dihormati.

Ketika kebutuhan-kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka manusia merasa cemas. Maka, supaya rasa cemas ini hilang, mereka harus memenuhi kebutuhan itu.

Image result

2.2.a. Definisi Kebutuhan fisiologis dalam teori motivasi Maslow

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Contohnya ya makan, minum, bobok, buang air. Kebutuhan seks juga termasuk di sini.

Kalau nggak terpenuhi, manusia tidak hanya merasa cemas; tubuh juga nggak bisa berfungsi normal. Makanya, oleh Maslow kebutuhan ini harus dipenuhi duluan.

Kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan pangan sandang papan yang layak.

2.2.b. Definisi rasa aman dalam teori motivasi Maslow

Kalau kebutuhan sandang, pangan, dan papan sudah terpenuhi, apa lagi?
Kita akan berusaha mencari rasa aman.

Rasa aman ini hadir dalam banyak bentuk.
Bisa berupa aman dalam finansial, keamanan diri dan barang-barang, serta aman dari penyakit. Dalam hal ini, sehat.

Makanya, ketika kita sudah kenyang, nyaman, dan punya tempat tinggal, kita mau sehat.
Kebutuhan pada tingkat ini paling besar terjadi pada masa anak-anak. Keinginan anak untuk tetap aman lebih besar dibanding pada fase perkembangan lain.

2.2.c. Cinta dan rasa memiliki

Setelah fisiologis dan aman terpenuhi, manusia akan mencari kedekatan interpersonal dan ingin memiliki. Kebutuhan ini paling besar terlihat pada fase anak. Tapi banyak juga sih remaja dan dewasa yang mentok di kebutuhan ini. Hahahaha~ :joy:

Tapi kebutuhan untuk disayang dan memiliki ini nggak selalu tentang cinta/pasangan kok.
Termasuk dalam kebutuhan ini adalah berteman, berpasangan, dan keluarga yang akrab.

Menurut Maslow, manusia pasti butuh memiliki hubungan dan diterima sama lingkaran sosialnya.
Kamu aja deh contohnya. Pasti kamu maunya diterima dong sama gengmu. Kalo mendadak pacarmu ngambek, pasti kamu gelisah dong.

Manusia butuh mencintai dan dicintai oleh orang lain. Ketika aspek ini nggak terpenuhi, seseorang bisa jadi kesepian, mengalami kecemasan sosial, bahkan depresi.

 

2.2.d. Definisi Esteem dalam teori Motivasi Maslow

Kalo sudah cinta dan dicintai, apa lagi?
Manusia ingin dihormati!

Makanya, orang yang sudah kenyang, aman, dan punya keluarga yang kuat, akan berusaha mengejar kehormatan.
Kehormatan di sini berarti keinginan untuk diakui kemampuannya oleh khalayak, bisa berupa skill dalam pekerjaan atau hobi mereka.

Kehormatan ini nggak hanya berasal dari luar, tapi juga dari dalam, yaitu self-esteem. Kalau self-esteemnya udah rendah, biasanya susah melewati tingkatan ini. Maka, mereka mencari pemenuhan kehormatan dengan mengejar jabatan atau pengakuan atas skill yang mereka miliki. Harapannya, ketika mereka memiliki jabatan, maka mereka akan dihormati.

Maslow menyebut ada dua jenis kehormatan (esteem): versi lebih rendah dan versi lebih tinggi.
Versi lebih rendah adalah kebutuhan untuk dihormati oleh orang lain. Termasuk di dalamnya adalah keinginan punya status, diakui orang lain, kehormatan, kebanggaan, atau perhatian.
Versi lebih tinggi adalah kebutuhan untuk menghormati diri sendiri. Termasuk di dalamnya adalah ingin bebas, ingin kuat, ingin punya kemampuan, dan tidak ingin terikat oleh orang lain.

Kalau nggak terpenuhi, manusia merasa lemah, nggak mampu, dan berkompeten.

 

2.2.e. Definisi Aktualisasi diri versi Abraham Maslow

Ketika semua kebutuhan sudah terpenuhi, maka apalagi?
Maka manusia akan memiliki kebutuhan untuk mengejar cita-citanya.
Kebutuhan ini disebut sebagai aktualisasi diri.
Ketika seseorang sudah membutuhkan aktualisasi diri, artinya ia sudah cuek dengan kebutuhan yang lain, selain mencapai potensi maksimalnya.
 Kebutuhan aktualisasi diri ini berbeda-beda pada tiap orang. Ada yang ingin mengaktualisasikan diri sebagai orang tua ideal. Ada yang mengaktualisasikan diri sebagai pengajar di pelosok hutan. Ada yang berusaha menjadi ibu bagi anak-anak yatim. Ada yang menyebarkan ajaran agama.
Macem-macem, tapi kesamaannya: gak ada hubungannya dengan uang atau kehormatan.
Pada level aktualisasi diri, mengejar cita-cita sudah gak ada urusannya dengan kekayaan, apalagi kehormatan. Pada tahap ini, mengejar cita-cita murni sebagai caranya mengekpresikan diri, untuk kepuasan dirinya sendiri.

2.2.f. Self-transcendence

Pada masa-masa akhir hidupnya, Maslow mempertanyakan apa definisinya tentang aktualisasi diri sudah bener. Maslow kemudian menambahkan satu dimensi lain dalam kebutuhan tersebut, yaitu transendensi diri. Transendensi diri adalah ketika kamu menempatkan keinginan yang bukan untukmu sendiri. Kaitannya dengan perbuatan altruistik dan berhubungan dengan spiritualistik.

Transendensi merujuk pada kesadaran manusia pada tahap paling tinggi, yang berakhir pada keinginan untuk memberikan sesuatu pada orang lain, spesies lain, atau alam semesta.

Ketika kamu pada fase transendens, kamu akan memberikan sesuatu pada pihak lain, tanpa ada kepentingan pribadi.

Penelitian ini didasarkan pada karya-karya psikolog lain, pengamatan Maslow terhadap Albert Einstein, dan pengamatan Maslow terhadap orang-orang yang dianggap telah teraktualisasi.

Maslow menggunakan karya Einstein dan pencapaiannya sebagai dasar karakter orang yang teraktualisasi. Selain Einstein, Maslow juga mengamati Ruth Benedict dan Max Wertheimer sebagai dasar karakter aktualisasi diri.

Ini adalah salah satu kelemahan teori aktualisasi diri. Metode penelitian seperti ini dianggap kurang saintifik, karena didasarkan pada pengamatan sepihak Maslow saja. Pengamatan pribadi seperti ini kan rentan subyektif, karena bisa aja orang lain berpendapat berbeda.

 

2.3. Seperti apa “Manusia Teraktualisasi” menurut Maslow?

Maslow menyadari bahwa Einstein, Benedict, dan Wertheimer punya beberapa karakter yang serupa. Mereka semua bisa membedakan perilaku yang pura-pura dan perilaku yang asli. Mereka juga menganggap setiap kesulitan dalam hidup adalah masalah yang memiliki solusi. Selain itu, mereka selalu nyaman sendirian dan punya hubungan personal yang baik. Mereka bertiga hanya punya beberapa teman dekat dan keluarga, bukan hubungan yang banyak tapi dangkal.

biografi abraham maslow
Einstein, Ruth Benedict, dan Max Wertheimer, tiga orang teraktualisasi versi Maslow

 

Dari sini, Maslow menyimpulkan: Orang-orang teraktualisasi cenderung fokus pada masalah di luar mereka; bisa membedakan perilaku yang palsu dan asli; spontan dan kreatif; dan tidak peduli pendapat orang lain.

Maslow juga menyadari bahwa individu yang teraktualisasi terfokus pada realita, menerima diri sendiri, menyelesaikan banyak masalah, dan impulsif. Orang teraktualisasi mengendalikan hidupnya, dan menciptakan nasibnya sendiri, terbebas dari pendapat lingkungan dan norma sekitar. Terlebih, mereka secara mandiri mengembangkan potensi diri tanpa peduli apa yang orang bilang.

Karakter orang yang teraktualisasi versi Maslow yang lain:

  • Jujur
  • Punya kehendak berbuat baik yang kuat
  • Mengejar keindahan dan kesempurnaan
  • Terorganisir dan terstruktur
  • Dikotomi (percaya pada keterpisahan, nggak main pukul rata. kalau A belum tentu B)
  • Penuh semangat, punya ide spontan
  • Unik
  • Menyukai keseimbangan. Nggak lebih, nggak kurang.
  • Ajeg, menyukai kestabilan dan konsistensi
  • Menyelesaikan yang sudah dimulai
  • Adil
  • Bekerja dengan teratur
  • Simpel
  • Suka bersenang-senang, bisa bercanda
  • Pede

2.4. Teori Pengalaman Puncak menurut Maslow

Selain mampu memenuhi kebutuhan, Maslow menyatakan manusia yang ingin teraktualisasi harus mengalami momen luar biasa, yang disebut pengalaman puncak.

Pengalaman puncak ini adalah suatu momen ketika kamu mengalami rasa cinta, atau kegembiraan, atau hal-hal lain yang membuatmu lebih hidup dan merasa lengkap. Momen ini juga membuatmu mengerti apa itu kebenaran, keadilan, harmoni, dan kebaikan.

Singkatnya, suatu pengalaman hebat yang mengubah kamu jadi lebih mengerti makna hidup.

Orang yang teraktualisasi akan mengalami banyak pengalaman puncak dalam hidupnya. Pengalaman-pengalaman ini membuat orang yang teraktualisasi semakin menyadari potensinya, dan mengembangkan pribadinya ke tahap lebih tinggi.

 

2.5. Teori Metamotivasi Menurut Maslow

teori metamotivasi maslow, biografi abraham maslow
Maslow, James Olds, dan David McClelland.

Teori berikutnya dari Maslow adalah metamotivasi. Metamotivasi adalah motivasi seseorang untuk berkembang mencapai potensi penuhnya.

Maslow percaya, bahwa pasti ada perbedaan antara motivasi seseorang yang belum teraktualisasi dan yang sudah.
Soalnya, karakter orang teraktualisasi itu beda. Cara berpikir dan bertindaknya beda juga. Maka, menurut Maslow, motivasi di balik semuanya pasti beda.

Seperti yang udah dibahas tadi, motivasi dasar orang kan ada 4: fisiologis, rasa aman, dimiliki, dan dihargai.
Ketika semua kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka orang tersebut akan mencapai tahap lain, yaitu motivasi untuk bertumbuh. Motivasi untuk bertumbuh ini yang dinamakan metamotivasi.

Metamotivasilah, menurut Maslow, yang membedakan semua itu.

Pendorong ini baru muncul ketika empat kebutuhan dasar telah terpuaskan. Untuk mencapai tahap aktualisasi diri, perlu ada metamotivasi dulu di dalam diri.

Kalau nama penggeraknya adalah metamotivasi, maka nama kebutuhannya adalah metakebutuhan (metaneeds)

Kata Maslow, karakteristik dasar metakebutuhan adalah kebutuhan atas pengetahuan, keindahan, dan atau kreativitas. Metakebutuhan adalah tingkat kebutuhan paling tinggi, yang menjadi dasar penggerak orang-orang yang akan atau sudah mencapai tahap aktualisasi diri.

Makanya, orang yang kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi, akan mencari pencerahan, inspirasi, dan keindahan. Kebutuhan-kebutuhan ini akan dinikmati olehnya sendiri. Ujung-ujungnya, individu tersebut jadi lebih baik.

Termasuk dalam metakebutuhan adalah:

  1. Kesatuan
  2. Keseimbangan dan harmoni
  3. Penyelesaian
  4. Keadilan
  5. Kompleksitas
  6. Esensi
  7. Spontanitas
  8. Keindahan
  9. Kebaikan
  10. Keunikan
  11. Keceriaan
  12. Kebenaran
  13. Kendali diri yang penuh
  14. Kebermaknaan

Proses memenuhi metakebutuhan pun ada kendalanya, di antaranya: masa kecil yang buruk, kondisi ekonomi yang nggak mendukung, kurang terdidik, dan ada rasa takut dan cemas. Kendala-kendala ini akan menghambat seseorang dalam memenuhi metakebutuhannya.

Apa yang terjadi bila metakebutuhan ini nggak terpenuhi?

Orang tersebut akan mengalami metapatologi.
Metapatologi adalah perasaan frustrasi ketika seseorang gagal memenuhi metakebutuhannya. Bayangkan aja deh kamu berusaha menemukan arti hidup, tapi kamu nggak kunjung menemukan jawabannya. Pasti  stres kan?
Metapatologi akan menghambat seseorang dalam mengekpresikan, menggunakan, dan memenuhi potensi maksimalnya.

 

2.6. Psikologi Transpersonal

Maslow merasa psikologi humanistik belum mampu menjelaskan semua aspek perjalanan hidup manusia. Maka, pada 1960, ia menciptakan aliran psikologi transpersonal. Psikologi transpersonal sendiri memfokuskan studi pada pengalaman mistik, ekstatik, dan perjalanan spiritual, sekaligus cara mengimplementasikannya terhadap hidup (Olson & Hergenhahn, 2011).

Pada 1962 Maslow mempublikasikan sejumlah penelitian mengenai tema ini, yang kemudian dijadikan buku berjudul Toward a Psychology of Being.

Dalam buku ini, Maslow menekankan pentingnya psikologi transpersonal terhadap umat manusia. Ia menulis: “tanpa pengalaman transpersonal, kita akan sakit, menjadi kasar, tak punya harapan, dan apatis”.

Menurut Maslow, manusia haruslah percaya pada sesuatu yang lebih besar darinya, dan percaya bahwa ia terhubung dengan kekuatan tersebut. Sebagian orang dapat saja berpikir bahwa sesuatu yang lebih besar ini adalah Tuhan, namun Maslow yang ateis berpendapat bahwa kekuatan besar ini adalah alam. Maslow sendiri merasa pengalaman spiritual tidak valid, kecuali bila ditempatkan dalam kerangka pikir positivistik (Hofman, 1984).

 

3. Kritik Terhadap berbagai Teori Maslow

Seperti semua aliran psikologi, pemikiran Maslow pun mendapat kritikan.
Yang pertama, seperti yang sudah kita bahas, adalah teori Maslow kekurangan dasar yang saintifik.

Filsuf Christina Hoff Sommers dan psikiater Sally Satel berpendapat, karena kurangnya data empiris, pemikiran Maslow sudah jadil dan tak lagi dianggap serius di dunia psikologi akademis.

Yang kedua, sejumlah psikolog sempat menganggap hirarki kebutuhan bias secara budaya, dan sangat terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya barat. Dari perspektif psikologi lintas budaya, konsep kebutuhan tiap budaya berbeda-beda, sehingga teori hirarki kebutuhan nggak bisa diterapkan secara universal.

Hal ini kemudian dibantah oleh sebuah penelitian. Ed Diener dan Louis Tay melakukan pengujian atas hirarki kebutuhan terhadap 60865 partisipan di 123 negara. Hasilnya, hirarki kebutuhan Maslow terbukti benar, meskipun pada negara tertentu urutan pemenuhannya bisa sedikit tertukar. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa orang-orang memang akan memenuhi kebutuhan dasarnya dulu, baru memenuhi kebutuhan “yang lebih tinggi”.

Jika Maslow masih hidup pun, Maslow nggak akan kaget dengan temuan ini. Bahkan Maslow sendiri berulang-ulang menekankan bahwa urutan hirarki kebutuhan dapat berbeda-beda, tergantung orangnya.

 

 

4. Perkembangan Teori Psikologi Berdasarkan Teori Maslow

Maslow memang sudah tiada, namun karyanya tetap digunakan baik oleh praktisi psikologi maupun khalayak biasa. Karyanya pun menginspirasi munculnya pemikiran-pemikiran lain. Selain memunculkan pemikiran-pemikiran lain, ada juga beberapa pertanyaan yang belum diselesaikan oleh Maslow. Di antaranya:

4.1. Psikologi positif

Psikologi positif adalah cabang psikologi yang memfokuskan pada penggunaan ilmu sains dan intervensi perilaku untuk membantu tercapainya hidup yang memuaskan. Psikologi positif berfokus pada pengembangan diri, sesuatu yang sedikit berbeda dari aliran lain yang fokusnya seputar patologi.

Psikologi positif masih tergolong anak bawang di dunia akademis. Pertemuan pertama psikologi positif baru ada pada 1999, dan konferensi internasionalnya baru dilakukan pada 2003.

Temuan-temuan psikologi positif menemukan bahwa kebahagiaan bisa dipengaruhi dan memengaruhi banyak hal dengan banyak cara. Kebahagiaan bisa meningkat karena meningkatnya pemasukan, tapi ketika sampai pada titik tertentu, pemasukan sudah nggak memengaruhi kebahagiaan.

Psikologi positif juga yang mempengaruhi munculnya blog ini. Makanya, di sini kita jarang membahas penyakit kejiwaan atau galau dan sedih-sedih. Mungkin ada sih dikit, tapi kita lebih fokusnya ke yang hepi-hepi aja. Ehe~

 

4.2. Proyek Maslow yang Belum Terselesaikan

(sumber)

1)  Menemukan peran pengalaman puncak dan pengaruhnya terhadap fase dewasa. Maslow tertarik terhadap pengalaman puncak yang bisa berbeda setiap oramg, dan bagaimana pengalaman tersebut membantu mereka tumbuh dan berkembangkan, melewati rintangan, dan mencapai identitas serta pemenuhan diri yang baru.

Ia juga tertarik terhadap satu pertanyaan: apakah pengalaman puncak bisa terjadi pada anak dan balita?
Ini belum selesai diteliti oleh Maslow saat itu.

2) Menemukan peran rasa syukur terhadap aktualisasi diri. Mungkin kamu melihat hirarki kebutuhan Maslow dan pernah bertanya, kapan seseorang bisa naik ke tahap kebutuhan berikutnya? Jawabannya adalah sesuai rasa cukup orang itu sendiri. Ketika seseorang merasa cukup pada satu kebutuhan, ia bisa segera naik ke kebutuhan berikutnya.

Maslow percaya bahwa orang yang sehat secara emosional mudah bersyukur dan sering mengekspresikannya. Dan, ketidakmampuan untuk merasa cukup dan susah bersyukur adalah tanda gangguan di dalam jiwa. Barangkali rasa syukur adalah kunci yang mempengaruhi well-being kita sehari-hari.

Maslow penasaran terhadap hal ini, dan ia bertanya-tanya sebesar apa peran rasa syukur dalam pencapaian aktualisasi diri? Apakah rasa cukup dapat membantu memudahkan seseorang mencapai aktualisasi diri?

3) Kriminal yang mengalami perubahan moral saat berada di penjara. Mengapa perubahan yang dramatis dan langka bisa terjadi? Pelajaran apa yang bisa membuat seseorang sedemikian berubah, dan bagaimana menerapkannya dalam hidup sehari-hari?

4) Kata Maslow, kalau kita tua nanti, bahagia atau nggaknya kita bisa keliatan dari wajah kita. Semakin tua kita, semakin mudah wajah kita dalam mencerminkan hati.

Menurut Maslow, orang-orang paruh baya yang sudah teraktualisasi, wajahnya cenderung lebih cerah dan berenergi, dan mereka yang belum teraktualisasi mukanya kusut. Yang jadi pertanyaan adalah: bisakah teori ini dibuktikan? Jika bisa, bagaimana caranya memahami hubungan antara tubuh dan pikiran ini?

5) Perbedaan aktualisasi diri pada macam-macam budaya. Pada tahun-tahun terakhir Maslow, ia berpendapat bahwa perjalanan individu menuju aktualisasi diri dapat berbeda karena pengaruh budaya. Di Amerika sendiri, ia sering menemukan bahwa mereka yang teraktualisasi cenderung aktif, punya target tinggi, dan terlibat secara sosial. Tapi Maslow ingin mengetahui, dalam budaya yang mengutamakan ketenangan dan kesunyian (bayangkan biksu), mungkin aktualisasi diri muncul dalam bentuk berbeda. Lalu, bagaimana karakter orang-orang teraktualisasi di budaya lain di dunia? Ini belum sempat diselesaikan oleh Maslow.

6) Kita sering membaca kisah tentang seseorang yang bangkit dari titik nadir menuju puncak kesuksesan. Maslow ingin mengetahui hal ini: pengaruh titik nadir dalam perkembangan diri. Termasuk di dalamnya adalah perasaan tersakiti, kehilangan, kekalahan, dan sejumlah perasaan sakit lainnya. Maslow menemukan bahwa beberapa orang bisa berkembang sedemikian pesat dari rasa sakit. Maslow bertanya-tanya, apa sih yang terjadi di sini? Bagaimana caranya memahami perkembangan kepribadian dari perspektif titik nadir ini?

7) Fenomenologi di balik cinta yang dimabuk kepayang. Maslow merasa bahwa psikologi masih kurang mendalam membahas topik ini. Terutama, dalam perbedaan cowok dan cewek dalam mengekspresikan jaruh cinta. Kira-kira, kalau kasmaran, apa sih yang berbeda?

Apakah orang itu jadi lebih optimistik, penuh pengharapan? Apakah saat dimabuk cinta, mereka melihat dunia dengan cara yang berbeda?

Jika iya, bagaimana cara memanfaatkan hal ini dalam memenuhi potensi manusia?

8) Asal muasal kejahatan. Maslow bertanya: apakah penderitaan di dunia ini disebabkan oleh kejahatan manusia? Atau memang sudah jadi hukum alam, bahwa memang di dunia akan selalu ada yang menderita?

Maslow juga bertanya, kalau secara alami tanpa pengaruh lingkungan, pada usia berapa sih muncul niat jahat dalam diri seseorang?

Pertanyaan-pertanyaan tadi adalah proyek Maslow yang coba ia jawab sendiri, namun belum sempat terselesaikan karena keburu tutup usia.

 

5. Kata-kata bijak dari Abraham Maslow

“If the only tool you have is a hammer, you tend to see every problem as a nail.”

What is necessary to change a person is to change his awareness of himself.”

 

Nah! Itu tadi yes penjelasan mengenai siapa Abraham Maslow, teorinya, dan ilmu psikologi yang sudah dia kembangkan. Berikutnya, kita bahas siapa lagi?

Leave a Comment